Sabtu, 06 Desember 2014

[Makalah] Arti Ibadah Kristen

1. Arti Ibadah

Dalam Perjanjian Baru bahasa Indonesia ibadah (kebaktian) Jemaat disebut dengan rupa-rupa istilah : “kumpulan” (1 Kor 14:23 Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila?), pertemuan (Ibrani 10:25 Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.), Ibadah (Kis 13:2). Istilah resmi dalam banyak literatur theologis ialah “liturgia” (pelayanan, yaitu pelayanan untuk kepentingan persekutuan). Perjanjian baru juga menggunakan
istilah liturgia, tetapi dalam arti yang luas, yaitu “ibadah dalam Bait Allah” (Lukas 1:23, 2:8), atau “persembahan Jemaat sebagai bantuan” kepada orang-orang miskin (Roma 15:27 Keputusan itu memang telah mereka ambil, tetapi itu adalah kewajiban mereka. Sebab, jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga bangsa-bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka.), atau “pekerjaan apostolat” dari para rasul (Filipi 2:25), malahan juga “pelayanan” dan pejabat-pejabat pemerintah (Roma 13:6).
            Liturgia yang dijelaskan di sini bukanlah liturgia dalam arti “tata ibadah”, seperti yang digunakan oleh Gereja-gereja sekarang, tetapi : ibadah, pelayanan (kepada Allah dan kepada manusia). Di samping istilah ibadah, sejah dahulu – sejak abad-abad pertama – digunakan juga istilah-istilah lain sebagai istilah-istilah gerejawi yang resmi untuk ibadah (kebaktian), yaitu: officium, cultus, service, worship, Gottesdienst, dll.
            Ibadah jemaat adalah pertemuan antara Allah dan Jemaat sebagai umatNya. Ia mencerminkan peristiwa yang berlangsung antara Allah dan manusia dalam perjanjian yang Ia adakan dengan dia. Dalam ibadah Jemaat terjadi dialog antara Allah dan Jemaat.
            Ibadah Jemaat diadakan pada hari Minggu – “hari Tuhan
“ – yaitu hari kebangkitan Yesus Kristus, hari kemenangan. Dalam ibadah Jemaat Yesus Kristus menempati tempat yang sentral. Ia mengundang dan mengumpulkan kita di situ. Dalam Firman, dalam perjamuan dan persekutuan ibadah, Ia mau hadir bersama-sama dengan kita. Ibadah Jemaat adalah suatu peristiwa kristologis: suatu peristiwa krostologis yang menunjuk kepada Sabat yang kekal. Sebab dalam ibadah Jemaat kesalahan dan dosa merupakan tema yang penting, dan terutama “pemberitaan anugerah” memberikan keberanian dan kekuatan kepada kita untuk terus hidup.
            Ibadah Jemaat tidak hanya diselenggarakan pada hari Minggu saja. Ibadah hari Minggu memang sentral. Tetapi “pertemuan” antara Allah dan Jemaat bukan hanya berlangsung pada hari itu saja. Pertemuan itu berlangsung juga pada hari-hari kerja. Karena itu ibadah Jemaat tidak tertutup, tetapi terbuka. [1]
            Hoon mengatakan bahwa, “ibadah Kristen adalah penyataan diri Allah sendiri dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadap-Nya,” Atau suatu tindakan ganda: yaitu “tindakan Allah kepada jiwa manusia dalam Yesus Kristus dan dalam tindakan tanggapan manusia melalui Yesus Kristus”. Melalui firman-Nya, Allah “menyingkapkan dan mengkomunikasikan keberadaan-Nya yang sesungguhnya kepada manusia”.
            Peter Brunner berpendapat ibadah sebagai “dualitas”. Dualitas yang ia maksudkan di sini ialah “Ibadah sebagai Pelayanan Allah kepada Jemaat” dan “Ibadah sebagai Pelayanan Jemaat di Hadapan Allah”. Tetapi pada intinya, Allah sendirilah yang membuat ibadah itu suatu kemungkinan: “Pemberian Allah mengundang penyembahan manusia kepada Allah”. Brunner mengatakan tentang ibadah kita “bahwa tidak ada satu pun yang terjadi di dalamnya kecuali bahwa Tuhan kita yang pengasih itu sendiri berbicara kepada kita melalui firman-Nya yang kudus dan bahwa kita, pada gilirannya, berbicara kepadaNya dalam doa dan nyanyian pujian”. Tanggapan manusia terhadap tidakan-tindakan pewahyuan Allah adalah dengan berbicara kepada Allah melalui doa dan nyanyian “sebagai suatu tindakan ketaatan baru yang ditanamkan oleh Roh Kudus”. Doa, kata Brunner, “adalah pekernanan yang Allah setujui agar anak-anak-Nya mengikutsertakan suara mere dalam mendiskusikan perbuatan-perbuatan-Nya.” Jadi, dualitas ibadah, bagi Brunner, dibayangi oleh fokus tunggal, tindakan Allah baik dalam pemberian diri-Nya kepada kita dan juga dalam mendorong tanggapan kita atas pemberian-pemberian Allah.
            Profesor Jean-Jacques von Allmen  dalam bukunya yang menonjol, Worship: Its Theology and pratice. Ditulis dari tradisi Reformasi, bekas profesor pada Universitas Neuchatel di Swiss membuat pernyataan keras untuk memahami ibadah Kristen sebagai rekapitulasi (pengulangan) dari apa yang telah diperbuat Allah. Ibadah, katanya, “memulihkan dan menegaskan secara baru proses sejarah penyelematan yang telah mencapai titik puncaknya dalam intervensi Kristus ke dalam sejarah manusia, dan melalui peringkasan serta penegasa nyang selalu diulang ini Kristus melanjutkan karya penyelamatan-Nya melalui karya Roh Kudus” dan Ibadah adalah “epifani (penampakan diri) gereja”, yang “karena menyimpulan sejarah keselamatan, memampukan gereja untuk menjadi dirinya sendiri untuk menjadi sadar akan dirinya sendiri dan untuk mengakui apa yang sebenarnya esensial”.
            Profesor George Florovsky: “Ibadah Kristen adalah jawaban manusia terhadap panggilan Ilahi, terhadap tindakan-tindakan yang penuh kuasa Allah, yang berpuncak dalam tindakan pendamaian dalam Kristus”
            Nikos A. Missiotis “Ibadah pertama-tama bukanlah inisiatif manusia melainkan tindakan pendamaian Allah dalam kristus melalui Roh-Nya”[2]
            Kata perjanjian Lama yang digunakan untuk berbicara tentang ibadah kepada Allah adalah shachah, yang berarti “menundukkan diri.” Prosuneo, kata utama dalam Perjanjian Baru untuk ibadah kepada Allah, berarti “menyembah atau mencium tangan kepada.” Jelas bahwa “menyembah” dan “mencium tangan kepada” adalah pengungkapan. Kata-kata itu bukanlah sekedar kesadaran atau perasaan. Dibandingkan dengan makna kedua kata itu dengan rangkaian fungsi diri sejati, kita menyimpulkan bahwa ibadah adalah tanggapan ataupun sesuatu yang dihasilkan. Jelas sesuatu yang dihasilkan ini adalah ungkapan yang muncul dari masukan, kesadaran, perasaan dan keputusan. Tetapi ibadah tidak muncul sebelum ada pengungkapan.
            Dengan demikian kita harus mendefinisikan ibadah dalam arti pengungkapan.di sini kami mengusulkan suatu definisi : Ibadah adalah ungkapan sadar saya yang sukarela kepada Allah karena Ia patut disembah, agung dan baik kepada kita.[3]
            Kata ibadah berarti “memberikan penghormatan kepada.” Definisi saya untuk ibadah didasarkan pada Perintah Utama Yesus. Bagi saya, ibadah adalah “tanggapan yang aktif dari komunitas Kristen kepada kasih Allah dengan puji-pujian dari hati kita, berbagai jeritan dari jiwa kita, serta pertimbangan dari pikiran kita sehingga kita mampu untuk mengasihi satu sama lain dan mangasihi seluruh ciptaan yang lain sebagaimana kita mengasihi diri kita sendiri.”[4]
            Kehadiran Kristus dalam Ekaristi tidak melebihi keharidan-Nya dalam setiap pengalaman hidup atau ibadah. Dan banyak orang Kristen keliru mengambil nas Perjanjian Lama mengenai kehadiran Allah di Bait Allah dan menerapkannya pada masa kini. Memang benar bahwa orang-orang kudus dalam Perjanjian Lama pernah diperintahkan pergi ke Bait Allah untuk korban dan ibadah karena Allah hadir dalam Bait itu dalam suatu arti yang khusus. Tetapi menurut Yesus cara ama demikian telah diubah (Yohanes 4:19-24 Kata perempuan itu kepadaNya: Tuhan, nyata sekerang padaku, bahwa engkau seorang nabi. Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahjwa Yerusalemlah tempatorang menyembah”). Allah tidak lagi tinggal di sebuah bangunan sekarang, sebaliknya, Ia tinggal dalam setiap orang yang percaya. Sebagian orang memegang janji Yesus bahwa “di mama dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Matius 18:20).[5]
            Allah tidak hanya mengingini hubungan dengan ciptaanNya. Ia pun telah menciptakan cara=cara agar manusia dapat mengenal keinginan Allah tersebut, dan ditarik kepadaNya. Persekutuan Gereja dengan Tuhannya diungkapkan melalui ibadah, dan bentuknya sendiri pengungkapan dari komunikasi.[6]
            Ibadah (worship) memberikan menghormatan kepada Allah sebagai Pencipta, Penyelamat, dan Pengudus. Ibadah Kristiani meliputi pujian, syukur, penyerahan diri, tobat, dan doa permohonan. Ibadah pribadi kepada Allah dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun (Yohanes 4:21-23a Kata Yesus kpeadanya : “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusamlem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamtan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembaj-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran;)[7]
            ibadah sejati bukan hanya rohani, batin saja, melainkan jasmani juga, dan tanpa kesadaran akan “ibadah sejati” ini. Tidak banyak tradisi agama yang meyakini bahwa ibadah sejati mesti mencakup tubuh. “janganlah menjadi seupa dengan dunia ini ...” (Roma 12:2). Dunia ini menganggap bahwa ibadah adalah rohani, lepas dari dunia. Oleh karena itu, kita dipanggil jangan menjadi serupa dengan dunia ini.[8]





2. Unsur-unsur Ibadah yang baik
Persiapan
Yesaya 62:10  Berjalanlah, berjalanlah melalui pintu-pintu gerbang, persiapkanlah jalan bagi umat, bukalah, bukalah jalan raya, singkirkanlah batu-batu, tegakkanlah panji-panji untuk bangsa-bangsa!
Amsal 4:12  "Sebab itu demikianlah akan Kulakukan kepadamu, hai Israel.  —  Oleh karena Aku akan melakukan yang demikian kepadamu, maka bersiaplah untuk bertemu dengan Allahmu, hai Israel!"
Berdoa
Keluaran 8:9 Kata Musa kepada Firaun: "Silakanlah tuanku katakan kepadaku, bila aku akan berdoa untukmu, untuk pegawaimu dan rakyatmu, supaya katak-katak itu dilenyapkan dari padamu dan dari rumah-rumahmu, dan hanya tinggal di sungai Nil saja."
Puji-Pujian
1Taw 16:4  Juga diangkatnya dari orang Lewi itu beberapa orang sebagai pelayan di hadapan tabut TUHAN untuk memasyhurkan TUHAN, Allah Israel dan menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi-Nya.
1Taw 16:4  Juga diangkatnya dari orang Lewi itu beberapa orang sebagai pelayan di hadapan tabut TUHAN untuk memasyhurkan TUHAN, Allah Israel dan menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi-Nya.
Khotbat
Khotbah itu biasanya menjadi sebagian dalam kebaktian (kecuali dalam pekabaran Injil kepada orang yang belum percaya), bahkan menurut Luther, khotbah itu adalah “bagian yang termulia dan terutama dari tiap-tiap kebaktian”.
Kel 18:19  Jadi sekarang dengarkanlah perkataanku, aku akan memberi nasihat kepadamu dan Allah akan menyertai engkau. Adapun engkau, wakililah bangsa itu di hadapan Allah dan kauhadapkanlah perkara-perkara mereka kepada Allah.[9]






DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J.L. Ch, Pokok-pokok iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Cully Irris V, Dinamika Pendidikan Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Gerald O’Collins, Edward G. Farrugia, Kamus Teologi. Yogyakarta:  Kanisius,
            1996.

Leight Ronald W, Melayani dengan efektif. Jakarta: BPK Gunung Mulia,2007.
Ray, David R, Gereja yang hidup. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
RӦTHLISBERGER H,  Homiletika. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2012.
Singgih Emanuel  Gerrit, Menguak isolasi, menjalin relasi: Teologi Kristen dan
            tantangan dunia postmodern. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

WHITE F. JAMES, Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
             2012.




[1] Dr. J.L.Ch. Abineno, Pokok-pokok iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 213-215.
[2] James F. White, Pengantar Ibadah kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2012) hal. 6-10.
[3]Ronald W. Leigh, Melayani dengan efektif  (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2012), hal. 205.
[4] David R. Ray, Gereja yang hidup (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 258.
[5] Ronald W. Leigh, Melayani dengan efektif  (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2012), hal. 200.
[6] Irris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal. 87.
[7] Gerarld O’C, SJ & Edward G. Farrugia, SJ, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hal. 109.
[8]Emmanuel Gerrit Singgih, Menguak isolasi, menjalin relasi: Teologi Kristen dan tantangan dunia postmodern (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal. 176.
[9] Dr. H. RӦTHLISBERGER, Homiletika Ilmu berkhotbah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012) , hal.  9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar